KEWAJIBAN BERORGANISASI BAGI BIDIKMISI, WHY NOT? - Catatan Sang Bidikmisi Ke-8

Seorang mahasiswa bidikmisi tak akan pernah lepas dari yang namanya kewajiban untuk berorganisasi di dalam kampus, itu lah salah satu poin yang harus aku laksanakan sebagai mahasiswa bidikmisi. Hal itu tertuang jelas dalam surat kontrak mahasiswa bidikmisi yang telah aku tanda tangani di atas materai enam ribu. Salah satu poin dari delapan poin kontrak itu berbunyi bahwa setiap mahasiswa bidikmisi itu haruslah, “Aktif dan menjadi pengurus lembaga kemahasiswaan ditingkat Jurusan atau Fakultas atau Universitas”. Aktif berorganisasi itu lah intinya, dan aku pun harus melaksanakannya.

Saat awal-awal masa PPA dulu, Unnes sudah mengenalkan berbagai lembaga kemahasiswaan atau organisasi-organisasi yang ada dalam kampus. Oh banyak sekali kala itu, hingga aku tak ingat satu persatu nama organisasi tersebut. Ada yang namanya BEM singkatan dari Badan Eksekutif Mahasiswa. Ada HIMA, kepanjangan dari Himpunan Mahasiswa. Ada DPM, singkatan dari Dewan Perwakilan Mahasiswa. Namanya keren fikirku seperti DPR, mungkin ini adalah miniaturnya. Ada lagi yang dikategorikan sebagi UKM, singkatan dari Unit Kegiatan Mahasiswa. UKM yang dikenalkan banyak sekali. Dari yang bertemakan olahraga, bertemakan kesenian, bertemakan karya ilmiah dan yang bertemakan keagamaan. Oh banyak sekali yang ada di kampusku. Ada puluhan organisasi yang bisa aku ikuti, mungkin juga ratusan jumlahnya. Aku pun jadi merasa bingung, aku harus ikut yang mana.

                Malu bertanya sesat di jalan, itu lah pepatah yang tepat jika aku tak berani bertanya. Aku pun mulai bertanya-tanya kepada para kakak tingkat yang aku sudah kenal.
“Mas Mbak, kalau organisasi ini bergelut di bidang apa sih?”
“Mas Mbak, Kalau organisasi ini bagaimana cara daftarnya?”
“Kalau yang ini baik nggak ya menurutmu?”
“Kalau yang ini  cocok nggak buatku?”
“Kira-kira aku dapat diterima nggak ya di organisasi yang ini?”
Berbagai pertanyaan aku lontarkan kepada

kakak tingkat yang aku rasa paham tentang keorganisasian. Mungkin mereka kala itu agak bosen juga meladeni mahasiswa baru sepertiku yang banyak tanya. Selain itu aku rajin mengumpulkan pamphlet-pamflet yang disebarkan oleh berbagai organisasi itu. Saat awal-awal masa kuliah, oh sangat banyak sekali aku dapatkan selembar dua lembar kertas terkait profil sebuah organisasi. Hingga aku pun mempunyai banyak tumpukan kertas berwarna-warni yang berisikan tentang berbagai organisasi itu. Bahkan ketika di jalan aku temukan sebuah lembaran yang memuat sebuah tulisan, maka aku ambil itu walau sudah diinjak-injak oleh orang lain. Seperti itu lah saking asyiknya diriku dibalik rasa keingintahuan. Selain seperti itu aku juga rajin sekali dalam membaca informasi yang ada di madding-mading kampusku. Walau sering kali tak terlihat rapi, antara kertas satu dengan kertas lain. Hampir semuanya saling bertumpukan tak beraturan, seolah saling berkata “Bacalah aku, yang lain lupakan saja”.

 Sumber informasi yang begitu menarik tentu adalah dari kakak tingkat yang pernah atau sedang mengikuti organisasi. Mereka tentu lebih tahu dan lebih mengenal, dari pada sebuah kertas yang bertulisakan banyak visi dan misi. Bisa saja dengan mudah tentunya tulisan-tulisan itu bisa membodohi mahasiswa baru sepertiku yang masih lugu-lugunya. Mahasiswa baru yang menempati tempat yang baru yangmasih awam terhadap banyak hal tentang kehidupan kampus. Pertanyaan-pertanyaan pun silih berganti aku berikan kepada mereka hingga aku puas. Banyak tanya maka tentu aku akan menemukan banyak jawaban. Banyak mencari tahu tentu aku menemukan banyak pengetahuan baru, namun sayang sungguh sayang aku sering menemui jawaban yang berbeda dari satu dua kakak tingkat yang aku tanyai. Ntah lah kenapa jawaban mereka berbeda, aku kadang justru kebingungan memilih  jawaban siapa yang memang itu jawaban yang benar.

Perbedaaan jawaban justru kadang mengarah kepada jawaban yang negatif. Tak sedikit yang justru mengatakan hal-hal yang buruk terhadap suatu organisasi yang aku tanyakn.
“Jangan ikut organisasi itu, organisasi yang itu nggak baik buatmu”
“Jangan ikut yang itu, orang-orang di dalamnya itu bisa membuatmu tak fokus kuliah”
“Jangan ikut organisasi ini, bisa-bisa kamu akan seperti mereka”
Bla blab bla, ternyata banyak omongan miring tentang organisasi-organisasi itu. yang aku temukan menunjukan bahwa ternyata tak semua kakak tingkat itu tahu dengan semua organisasi.  Bukan seorang yang teliti jika aku harus percaya begitu saja dengan omongan-omongan negatif itu, karena dari sebagian juga banyak yang mengatakan tentang kebaikan-kebaikan suatu organisasi yang aku tanyakan.

“Lebih baik kamu ikut organisasi ini, ini bisa mengembangkan dirimu di bidang ini”
“Organisasi ini baik buatmu, bisa menambah softskill. Dunia kerja nanti tak hanya indeks prestasi yang dibutuhkan, tetapi juga pengalaman berorganisasi”
“Ikut saja, nanti kamu  bisa banyak teman dan penagalaman baru disana”

Ada negatif tentu ada positif, namun untuk mengetahui jawaban yang sebenarnya tak lain aku harus mengetahui sendiri dari dalam. Aku tidak akan mengetahui dengan lebih dalam suatu kebenaran atau keburukan di suatu organisasi, jika aku tak mengenalnya sendiri. Walau ada banyak jawaban negatif, alasan pertanyaanku itu adalah kenapa banyak anggota yang dimiliki suatu organisasi tersebut hingga tetap bertahan di dalamnya. Tentu saja ada suatu hal atau mungkin banyak hal yang mereka anggap hal-hal tersebut itu baik atau benar bagi mereka. Tentu saja tidak ada orang yang akan bertahan pada suatu hal yang tidak disukainya atau tidak bermanfaat baginya. Sebaliknya juga jika alasan itu positif, tentu itu menambah semangat buatku untuk ikut dalam sebuah organisasi. Semangat, namun haruslah tak begitu percaya begitu saja mentah-mentah menelan semua jawaban yang diberikan kakak-kakak tingkat itu. Bisa saja itu hanya lah sebuah rayuan kata-kata untuk menarik diriku untuk terpikat. Ya, aku harus ikut di dalam organisasi yang aku inginkan.

Aku mulai mendaftar ke banyak organisasi kala itu, karena memang pada awal kuliah banyak sekali organisasi yang membuka magang atau langsung membuka perekrutan anggota. Aku pegang banyak form pendaftaran organisasi kampus. Aku tertarik dengan BEM Fakultas Ekonomi, UKKI (Unit Kegiatan Kerohanian Islam), KSEI (Kelompok Studi Ekonomi Islam), Eksis Rohis Fakultas Ekonomi, Himpunan Mahasiswa Pendidikan EKonomi, dan yang tak ketinggalan adalah IMP yaituorganisasi perkumpulan mahasiswa dari kabupaten Pati. IMP kepanjangan dari Ikatan Mahasiswa Pati.
Aku mengikuti berbagai rangkaian tes rekrutmen itu. satu persatu aku ikuti dengan semangat, walau sering kali harus menyita waktu hari liburku. Hingga banyak dari temanku yang mengatakan,
“Agus, kamu beneran pengen daftar sebanyak itu?”
Aku tak banyak jawaban, namun setelah itu aku tersadar tak mungkin juga akan ikut organisasi sebanyak itu. Jika diterima semua, bisa saja waktuku sangat tersita untuk berorganisasi dan tentu itu sangat melelahkan. Alur perekrutan yang menyenangkan juga dan juga menegangkan. Aku banyak di wawancarai tentang diriku, ah seperti apa diriku saja aku belum paham. Pertanyaan itu justru lebih sulit dari soal tes yang diberikan kala ujian. Lewat secarik dua carik kertas pendaftaran juga aku tuliskan tentang profil firiku. Paling mudah diantaran jika ditanya apa hobiku, ya dengan jelas aku jawab sepak bola. Diantara pertanyaan yang sulit yang diatanyakan adalah ketika ditanya,
                “Coba sebutkan apa saja sifat-sifat positif yang dimiliki seorang Agus?”
Atau pertanyaan sebaliknya dari itu,
“Coba sebutkan apa saja sifat-sifat negatif yang dimiliki seorang Agus?”
Ah kenapa pertanyaan seperti itu muncul, bukannya ditanyai tentang pengetahuanku. Mungkin itu adalah cara menggali lebih detail tentang kepribadianku, supaya bisa dinilai apakah layak gabung di organisasi tersebut atau tidak. Kadang bukannya tidak bisa menjawab, tetapi aku juga masih ragu dengan sifat-sifatku. Aku juga takut akan mengatakan yang salah mengenai diriku, karena kadang yang aku nilai itu berbeda dengan apa yang orang lain nilai. Aku pun juga kadang malu jika harus mengatakan seperti apa diriku, malu jika itu jelek atau sebaliknya malu saat sifat itu baik. Rasa sungkan seperti terasa menyombongkan diri. Dari berbagai prosesi wawancara itu pun secara tidak langsung aku pun menyadari ternyata aku belum mengenal diriku sendiri, padahal umurku sudah belasan tahun seperti itu bahkan mendekati angka 20. Berbagai tahapan pererkutan yang aku ikuti, akhirnya aku hanya dapat bergabung dalam beberapa organisasi. Aku diterima di Himpuanan Mahasiswa Pendidikan Ekonomi, diterima di Eksis Rohis FE Unnes, dan bergabung dengan Ikatan Mahasiswa Pati.
                Ternyata dalam organisasi itu tidak semua yang dikatakan oleh kakak-kakak kelas itu benar, dan juga tidak pula yang dikatakan kakak-kakak itu salah. Kini setelah aku berkecimpung di dalam sebuah organisai, aku mulai tahu yang sebenarnya. Memang sering kali seseorang itu melihat suatu hal itu dari kulitnya, padahal isinya kadang kala belum tentu tergambar oleh kulitnya. Maka tepatlah sebuah peribahasa, janganlah menilai suatu buku dari sampulnya. Kita baru akan tahu dan bisa menilai jika sudah membaca isinya.

Pada semester-semester berikutnya, tambah dan berganti lagi ikut organiasi. Ikut bergabung dalam Badan eksekutif Mahasiswa dan juga Komunitas Ilmiah Mahasiswa Ekonomi atau lebih dikenal dengan KIME FE. Serta ada lagi satu yang memang sebenarnya sudah dari awal semester satu yaitu sebuah organisasi perkumpulan mahasiswa bidikmisi di faklutas ekonomi yaitu Ikatan Mahasiswa Bidikmisi Fakultas Ekonomi Unnes. Aku terbiasa menyingkatnya menjadi IMBISI FE UNNES. Sebuah organisasi yang paling aku sukai dan paling berkesan buatku.  

0 Response to "KEWAJIBAN BERORGANISASI BAGI BIDIKMISI, WHY NOT? - Catatan Sang Bidikmisi Ke-8"

BERLANGGANAN GRATIS VIA EMAIL

Dapatkan Artikel Terbaru Dari Blog Mas Agus JP Melalui Email Anda.