CHAPTER 2 - SEMANGAT BERSEKOLAH (NOVEL EMAK AKU INGIN KULIAH)


HARI-HARI masa kecilku kulalui dengan ceria walau tanpa sosok ayah di kehidupanku. Hanya sekitar lima tahun aku bisa merasakan kehadirannya yang ada menemani hari-hariku. Tahun-tahun berikutnya nampak terbiasa saja seperti tidak terjadi apa-apa di kehidupanku. Aku tetap bisa bergembira bersama keluargaku. Setiap hari bisa bermain-main dengan teman-temanku. Serta dapat bersekolah dengan baik dipandu oleh sosok kakak perempuanku yang pintar.

Sewaktu kecil aku langsung bersekolah di tingkat Sekolah Dasar tanpa melalui pendidikan taman kanak-kanak. Aku masuk di SD Negeri Tambakromo 03 yang merupakan sekolah paling favorit di desaku. Walau tanpa melalui pendidikan taman kanak-kanak, tetapi itu tak membuatku kalah dari teman-temanku pada saat di SD di bidang penguasaan pelajaran. Hal itu karena setiap hari aku selalu diajari oleh kakakku perempuan yang sangat pintar. Dia dengan penuh kesabaran, setiap hari aku disuruhnya belajar. Diajarinya membaca dan menulis dengan seksama. Kakakku, aku terbiasa memanggilnya dengan Mbak Yati. Seorang kakak yang pernah menjadi nilai tertinggi sepuluh besar sekabupaten Pati saat Ujian Nasional tingkat SMP, yang membuatnya dibiayai untuk bisa bersekolah di tingkat SMA. Seorang siswi Madrasah Aliyah yang mampu memperoleh peringkat nilai tertinggi kedua dalam EBTAN (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Negara) dan peringkat nilai tertinggi ketujuh dalam EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional) se-Karisedenan Pati. Hingga banyak ditawari beasiswa oleh banyak perguruan tinggi. Begitu banyak peluang menghampirinya, tetapi kakakku yang punya kesempatan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dengan berbeasiswa seperti itu terpaksa tak mengambilnya. Hanya demi bisa membantu ibunya mencukupi kebutuhan hidup dan merawat adik-adiknya tumbuh besar.

Kegigihan dari kakakku dalam membimbingku dalam belajar juga membuatku
lebih semangat tuk belajar. Alhasil dari kesabaran kakakku itu berbuah manis padaku. Saat itu kala pembagian rapor pertama bagiku di kelas satu SD. Saat itu ibukulah yang mengambilkannya untukku, karena memang ibuku lah yang selalu mengantarkanku ke sekolah dengan diboncengkan sepeda ontelnya. Ibuku memang bukan orang yang mempunyai pendidikan yang tinggi, malahan bisa dikatakan sangat rendah. SD saja tidak sampai tamat tetapi terlihat jelas kalau ibuku menginginkan anak-anaknya mempunyai pendidikan yang tinggi.

Setelah mengambilkan raporku tersebut, Ibuku membawakannya untukku. Terlihat senyum bangga penuh kebahagiaan dari raut mukanya, karena ternyata anaknya yang paling kecil yang paling disayanginya itu menjadi peringkat satu di kelas. Dibalik kesedihan dan cobaan yang selama ini silih berganti dihadapi ibuku, anak kecilnya yang telah ditinggal sang ayah justru mampu berprestasi diantara teman-temannya. Ibuku sangat senang melihat prestasiku itu. Banyak orang yang memujiku karena mendapat peringkat satu. Aku masih kecil hanya dengan lugunya tersenyum simpul saja, bagiku apalah hebatnya mendapat peringkat satu. Hingga banyak orang menanyakan,

“Loh kenapa Agus kelihatan tidak senang dan bangga mendapat peringkat satu?”.
 “Kan nilainya hanya satu?”. Jawabku dengan polosnya.

Sontak banyak orang yang tertawa diibuatnya. Mereka lalu bilang bahwa peringkat satu itu lah yang terbaik. Aku baru menyadari bahwa peringkat satu itu merupakan yang terbaik. Walau demikian, kurasa bukan para tetanggaku yang paling senang dengan peringkatku itu. Bukan mereka, tetapi adalah kakak dan ibuku lah yang paling bangga dan senang melihatku mendapat peringkat satu itu.
Semangat dalam bersekolah tidak terhenti sampai disitu saja. Di catur wulan catur wulan berikutnya pun aku bisa mendapat peringkat satu. Kedepannya naik turun prestasi pun kadang aku alami. Pasti teman-temanku juga tak rela jika aku yang selalu mendapatkannya. Hingga pada tahun-tahun berikutnya kadang aku tidak bisa menempati posisi peringkat satu. Namun tetap hingga sampai kelas enam SD rata-rata aku bisa masuk tiga besar peringkat kelas. Hal ini membuatku sangat dikenal oleh para guruku dan sering pula aku mendapatkan hadiah dari mereka.

Selain serius dalam masalah pelajaran aku juga seorang siswa yang tak suka berbuat kenakalan di kelas maupun di sekolah. Aku termasuk anak yang cenderung mematuhi peraturan sekolah dan tidak suka yang aneh-aneh. Aku juga tidak suka dengan yang namanya perkelahian ataupun tawuran. Walau sering di sekolahku terjadi perkelahian antar siswa bahkan sampai antar sekolah. Kebiasaan teman-temanku itu tak mempengaruhiku, aku tidak pernah mau ikut dalam perkelahian tersebut. Melihat perkelahian antar teman-temanku itu juga membuatku sangat miris. Mengapa mereka suka berkelahi fikirku. Kurasa itu tidak banyak berguna bagi mereka. Bahkan hanya menyisakan luka-luka pada tubuh mereka. Padahal hanya merebutkan siapa yang kalah dan siapa yang menang. Hingga sering banyak dari orang tua teman-temanku yang terpaksa dipanggil karena anaknya yang sering berbuat ulah di sekolah, tak jarang karena perkelahian. Alhamdulillah sampai lulus SD ibuku tidak pernah dipanggil pihak sekolahku karena ulah kenakalanku.

Menginjak enam tahun lamanya aku bersekolah di SDN Tambakromo 03, tak terasa sudah mendekati Ujian Nasional untuk kelas enam SD. Kini aku mulai belajar lebih giat lagi walau pada saat itu aku hanya bisa belajar sendiri. Hal itu dikarenakan kakak perempuanku yang sudah biasa membimbingku itu telah menikah dengan seseorang. Serta kakakku itu ikut bertempat tinggal di rumah suaminya. Hal ini membuatku begitu kehilangan sosok yang sudah biasa membimbingku dan menemaniku dalam belajar. Kini hanya teman-temanku saja yang menemaniku. Rumahku sering dijadikan tempat berkumpul untuk belajar, teman-temanku berbondong-bondong datang kerumahku. Hingga hampir setiap hari rumahku selalu diramaikan oleh canda tawa teman-temanku.

Enam tahun sekolah, Ujian Nasional untuk SD pun akan segera kuhadapi. Ujian itu tentu adalah ujian nasional pertama bagiku. Banyak rumor menakutkan tentang ujian nasional. Ujian nasional itu, banyak yang mengatakan sangat sulit dan akan banyak yang tidak lulus. Hal Itu membuatku dan teman-temanku sangat cemas karenannya. Kami pun belajar lebih giat lagi dari sebelum-sebelumnya.

Ujian nasional untuk tingkat sekolah dasar pun akhirnya tiba. Kami menjalaninya dengan penuh ketegangan dan kecemasan takut kalau tidak bisa lulus. Hingga walau sampai ujian itu selesai, beberapa hari berikutnya kami pun masih tak lepas-lepasnya memperbincangkan tentang hasilnya. Setelah ujian nasional itu juga masih ada ujian sekolah. Benar-benar saat itu memang kami harus belajar dengan sangat ekstranya. Akhirnya setelah selesai semua itu rasanya jadi sedikit lega. Hingga waktu pengumumanpun tiba, salah seorang guruku menyampaikannya di depan kelas. Kami sangat tegang dibuatnya, karena kami sangat menanti-nantikan pengumuman itu.

“Semuanya tenang, Bapak akan umumkan hasil ujian kalian”
“Anak-anakku yang kusayangi, Alhamdulillah kalian semua lulus”

Sebuah kalimat yang diumumkan pada kami itu membuat kami sangat senang. Lega dan bahagia rasanya mendengar pengumuman itu. Selanjutnya sang guru berkata lagi sambil bercanda tawa,
“Dalam ujian ini ada lembar jawaban yang sangat banyak coretannya, bahkan paling banyak diantara kalian. Tahu lembar milik siapa itu?” tanya guruku.

Semua siswa dalam kelas diam karena memang tidak tahu siapa yang lembar jawabannya sangat banyak coretannya.

“Itu adalah lembar jawaban milik Agus” beliau melanjutkan.

Mendengar pernyataan itu semua mata teman-temanku mengarah padaku hingga membuatku sangat malu. Rasanya seperti dihujani bahan ketawaan yang memilukan. Memang karena saat ujian itu, jika jawabanku kurasa salah maka aku akan mencoret setebal-tebalnya supaya hanya menyisakan jawaban yang kuganti. Guruku melanjutkan pengumumannya,

“Tetapi kalian tahu tidak siapa yang kira-kira nilai ujiannya paling tinggi?”.

Teman-temanku masih terdiam lagi seperti tadi, semuanya makin penasaran. Guruku langsung mengatakannya, tak menanti penasaran kami semua menunggu jawabannya.

“Dialah, Agus Joko Prasetyo”.

Kembali semua mata mengarah kepadaku. Kembali aku merasa malu akibat pengumuman dari guruku itu. Bedanya ini membuatku sangat senang sedangkan yang pertama membuatku sangat malu. Kali ini berganti menjadi dihujani oleh tepuk tangan teman-temanku.

Pengumuman masih berlanjut yaitu tentang peringkat pada semester terakhir di kelas enam itu. Mulai dari kelas enam dari sistem catur wulan dalam evaluasi belajar telah menjadi sistem semester. Saat itu aku berharap semoga aku lagi yang mendapat peringkat satu. Guruku pun mengumumkannya,

“Pada semester terakhir ini peringkat 1 diperoleh teman kalian bernama Ridwan Fathoni”.

Hemm aku jadi lemas, ternyata bukan aku. Ridwan Fathoni dia adalah rivalku di SD dalam masalah pelajaran, peringkat kami dalam kelas selalu bersaingan. Itu dimulai dari awal catur wulan satu di kelas satu pula, saat aku mendapat peringkat satu kala itu dialah yang mendapat peringkat dua. Sampai kelas enam pun kami selalu bersaing memperebutkan peringkat satu, namun setelah lulus SD kami berpisah. Aku melanjutkan ke MTS Miftahul Ulum Tambakromo dan dia melanjutkan ke SMPN 01 Tambakromo.

Setelah pengumuman peringkat satu itu aku jadi kurang bergairah, kenapa bukan aku yang dapat peringkat satu. Mungkin prestasi akan terasa lebih lengkap  jika aku dapat rangking satu juga, tetapi akhirnya rasa kecewaku itu cukup terobati kala guruku melanjutkan pengumumannya,

“Selanjutnya adalah peringkat kedua. Peringkat kedua diraih oleh Agus Joko Prasetyo”.

Walau bagaimanapun aku harus mensyukuri apa yang aku raih. Supaya lebih bisa menghargai jerih payah yang aku lakukan. Supaya kedepan bisa lebih baik lagi. Walau aku tak bisa mendapat peringkat satu dan hanya peringkat dua. Harus bersyukur juga karena sebelumnya telah mendapat nilai Ujian tertinggi. Aku harus bertekad kedepan aku pasti bisa menjadi yang lebih baik. Itulah yang membuatku bisa tetap semangat.

Setelah ujian selesai, sekolahku mengadakan acara pelepasan siswa-siswanya yang kelas enam dengan mengundang para wali murid. Ibuku pun datang dalam acara itu. Semua orang tua wali dari siswa kelas enam duduk dalam satu ruangan. Itu adalah ruang kelasku yang disulap menjadi ruang pertemuan. Maklum karena sekolahku saat itu belum mempunyai ruang pertemuan sendiri. Sambutan demi sambutan dari pihak sekolah dan wali murid pun berjalan dengan lancar. Hal yang sangat membuatku senang adalah kala ibuku mengetahui bahwa anaknya yang sangat disayanginya itu dialah yang menjadi siswa yang nilai ujiannya tertinggi di sekolah. Serta anaknya itu mendapat peringkat dua di semeseter terakhirnya itu. Ibuku pastilah sangat senang mendengarnya, senang melihat anaknya yang paling bungsu bisa seperti itu. Hari itu pun termasuk hari yang sangat menyenangkan bagiku, walaupun rasa sedih juga ada karena selanjutnya harus berpisah dengan teman-temanku SD yang selama enam tahun telah bersamaku di SDN Tambakromo 03. Banyak kenangan tercipta disitu, aku sangat senang bisa bersekolah di SD itu.


#Baca selengkapnya dalam novel "EMAK AKU INGIN KULIAH"

CP : 089620423210, Email : mas.agus.jp@gmail.com, PIN : 7529A05C

0 Response to "CHAPTER 2 - SEMANGAT BERSEKOLAH (NOVEL EMAK AKU INGIN KULIAH)"

BERLANGGANAN GRATIS VIA EMAIL

Dapatkan Artikel Terbaru Dari Blog Mas Agus JP Melalui Email Anda.